Wikipedia

Search results

Wednesday, 20 January 2016

SUMBER ENERGI ALTERNATIF DAN VARIASI IKLIM

PENDAHULUAN

Energi merupakan kebutuhan dasar manusia, yang terus meningkat sejalan dengan tingkat kehidupannya. Bahan bakar minyak (BBM) memegang posisi yang sangat dominan dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional. Komposisi konsumsi energi nasional saat ini adalah  BBM : 52,50%; Gas : 19,04%; Batubara: 21,52%; Air : 3,73%; Panas Bumi : 3,01%; dan Energi Baru : 0,2%. Kondisi demikian terjadi sebagai akibat dari kebijakan subsidi masa lalu terhadap bahan bakar minyak dalam upaya memacu percepatan pertumbuhan ekonomi.  Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa produksi minyak bumi Indonesia mengalami penurunan akibat adanya penurunan secara alamiah dan semakin menipisnya cadangan. Menurunnya produksi minyak mentah kita dan tingginya harga minyak mentah dunia sangat berpengaruh terhadap kemampuan anggaran pembangunan. Selama ini bahan bakar minyak di Indonesia masih disubsidi oleh negara (melalui APBN), sehingga menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah. Untuk mengurangi beban subsidi tersebut pemerintah berusaha mengurangi ketergantungan kepada energi bahan bakar minyak, dengan mencari dan mengembangkan sumber energi lain yang murah dan mudah didapat.   Harus disadari bahwa saat ini Indonesia telah mengimpor minyak mentah maupun BBM untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Hingga saat ini sumber energi minyak bumi masih menjadi sumber energi utama didalam penggunaannya terutama dalam bidang kelistrikan, industri dan transportasi. Ditengah krisis energi saat ini timbul pemikiran untuk penganekaragaman energi (diversifikasi energi) dengan  mengembangkan sumber energi lain sebagai energi alternatif untuk penyediaan konsumsi energi domestik.  Propinsi Sumatera Utara memiliki beranekaragam sumber daya energi, seperti minyak dan gas bumi, panas bumi (geothermal), batubara, gambut,  energi air, biogas, biomassa, matahari, angin, gelombang laut dan lain lain. Potensi sumber daya energi tersebut tersebar diseluruh daerah Kabupaten dan Kota menurut karekteristik dan kondisi geologinya. Secara umum dalam pemakaian/konsumsi energi di Indonesia masih mengandalkan dan bergantung pada sumber daya energi minyak bumi. Kondisi real menunjukkan bahwa sumber daya energi minyak bumi akan habis dan memiliki keterbatasan baik persediaan dalam bentuk cadangannya. Disisi lain permintaan sumber daya energi tersebut semakin meningkat menyebabkan  harga minyak semakin tinggi sehingga mempunyai potensi pasar ekspor yang tinggi. Seharusnya minyak bumi dapat diandalkan sebagai sumber pemasukan bagi pendapatan negara dan hanya sebagai energi untuk keperluan tertentu yang secara teknologi harus menggunakan bahan bakar minyak. 
Energi listrik sebagai energi sekunder sangat populer digunakan diseluruh sektor kegiatan. PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai badan usaha milik negara, menyelenggarakan tugas negara melakukan penyediaan dan pelayanan tenaga listrik, dalam membangkitkan tenaga listrik masih banyak menggunakan sumber daya energi minyak bumi. Suatu kondisi bahwa, perkembangan teknologi menunjukkan bahwa hampir seluruh peralatan rumah tangga, perkantoran, perhotelan dan peralatanperalatan lainnya menggunakan energi listrik yang kesemua tersebut bergantung pada bahan bakar minyak. Sementara teknologi konversi energi untuk pembangkit listrik telah banyak ditemukan dengan berbagai skala dan kapasitas seperti energi sumber daya air (PLTA), energi sumber daya nuklir (PLTN), energi sumber daya panas bumi (Geothermal), energi biodisel dan lain sebagainya.   Ketergantungan pemanfaatan kepada minyak bumi ini tidak dapat dibiarkan, karena kebutuhan energi terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya industrialisasi dan perkembangan teknologi yang serba canggih dan mutakhir seperti pada saat sekarang ini. Komposisi penggunaan energi yang terlalu bersandar pada bahan bakar minyak harus segera difikirkan dengan jalan menganekaragamkan penggunaan sumber daya energi (diversifikasi energi) yang berbasis pada potensi dan kebutuhan yang ada pada saat ini. Dalam upaya tersebut perlu diketahui besaran penggunaan energi persektor kegiatan, jenis sumber daya energi yang dapat digunakan, jenis pemanfaatan dan penggunaan energi, teknologi penggunaan energi, lokasi/penyebaran kegiatan penggunaan energi.
Pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan perlu dikembangkan mengingat peran dan harga BBM terus meningkat dan melambung tinggi sebagai pengganti untuk penyedia energi yang berkesinambungan. Berbagai cara yang dilakukan untuk mengetahui potensi sumber daya energi yang dapat dikembangkan di Sumatera Utara, salah satunya adalah dengan melakukan pendataan. Berdasarkan data yang diperoleh dapat ditentukan langkah serta strategi dalam pemanfaatan dan pengelolaan seluruh potensi  sumber kekayaan alam terutama sumber daya energi yang ada untuk penyediaan kebutuhan energi pada wilayah tertentu dan jenis kegiatan, sehingga dapat ditetapkan strategi pemanfaatannya. Penganekaragaman penggunaan energi dengan memanfaatkan sumber daya energi setempat, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada sumber daya energi minyak bumi, sehingga dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya energi minyak bumi harus benar-benar kepada yang membutuhkannya terutama yang menjadi skala prioritas.
26.1 Sumber Energi Alternatif dialam
Sumber daya energi adalah sumber energi yang outputnya akan konstan dalam rentang waktu yang lama. Berbagai jenis sumber daya energy alternatif dan penggunaannya dapat dilihat sebagai berikut: 
Pada table 1 dan 2 menjelaskan penggunaan energy rata-rata dari sumber energy primer (terawatts) dan energy listrik dari tahun 2005. Dimana, total kenaikan energy primer secara global yaitu 28% dan energy listrik yaitu 2.9%. 

Perbandingan Presentase Sumber Energy Alternatif

Pada perbandingan presentase sumber energy dibawah ini, menjelaskan bahwa energy yang digunakan di Indonesia yaitu energy primer atau disebut energy terbarukan, dapat dilihat kenaikan sumber energy dari tahun 2003 hingga tahun 2030 mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan manusia yang melonjak tajam hingga tahun 2030, berikut perbandingan presentase kenaikan sumber energy alternative di alam. 

Pada kurva diatas menunjukkan peningkatan konsumsi energi pertahun sejak tahun 1975 dan prediksi konsumsi energi hingga tahun 2300. Hingga saat ini konsumsi energi pertahun dunia adalah 500 x 1015 BTU/tahun. Energi ini sebagian besar diperoleh dari minyak bumi, gas alam, dan batubara. Ketiga sumber ini tergolong sumber energi yang tidak dapat diperbaruhi dan tidak terbatas jumlahnnya.
       Gambar diatas merupakan perbandingan presentase sumber energy alternative yang digunakan diberbagai dunia, disini dijelaskan bahwa energy alternative yang digunakan yaitu energy primer atau disebut senergi yang terbarukan, bias dilihat pada gambar tersebut bahwa penggunaaan energy alternative yang dipakai di Indonesia pada Minyak bumi sebesar 0.5%, Gas bumi 1.4% dan Batu bara 3.1 %.

Presentase Energy Fosil di Indonesia

Saat ini sebagian besar energy yang digunakan di Indonesa berasal dari bahan fosil, yaitu bahan bakar minyak, gas, batu bara, tenaga air dan panas bumi. Kerugian penggunaan bahan bakar fosil ini selain merusak lingkungan, juga tidak terbarukan dan tidak berkelanjutan. Bahan bakar fosil semakin habis dan sebentar lagi Indonesia akan menjadi penginpor BBM. Dimana dijelaskan pada gambar dibawah ini, energy primer dari tahun 2006 megalami kenaikan dari tahun ketahu hingga tahun 2025. Disini dijelaskan bahwa, sumber energy yang digunakan di Indonesia adalah energy primer atau energy fosil, tingkat kenaikaan mencapai 17%.

Potensi Geologis Indonesia

Secara geologis, Indonesia memiliki potensi sumber energy alternaif yang dikembangkan dan dikelolah masyarakat. Tujuan penggunaaan energy alternative adalah mengurangi kerisisi energy akibat penggunaan energy yang tidak terbarukan secara terus menerus dan menyebabkan kelangkahan. Perasalahan diindonesia dalam penyediaan energy sebagai berikt:
ü     Produksi minyak bumi dan gas (migas) menurun
ü     Ketersediaan sumber daya energy nasional menurun
ü     Kebutuhan energy listrik yang terus meningkat 
Keuntungan dan Kerugian Energi Alternatif
Adapun keuntungan dan kerugian dari sumber energy alternative antara lain sebagai berikut:
a)        Keuntungan
1.        Energi yang dihasilkan sangat besar.
2.        Mengurangi subsidi BBM.
3.        Sebagai hasil pemasukan suatu Negara.
4.        Energi alternative tidak mencemari lingkungan.
b)      Kerugian
1.        Berpengaruh terhadap musim
2.        Dibutuhkan teknologi tinggi untuk memanfaatkan sumber energy.
3.        Berpengaruh terhadap musim

Dispansi Energi di Alam

   Dispasi energy adaalah energy yang hilang dari suatu system. Hilangnya dalam arti berunah menjadi energy lain yang tidak menjadi tujuan suatu system. Contohnya:
1.                  Energy panas yang timbul akibat gesekan.
2.                  Energy listrik yang terbuang akibat adanya hambatan pada kawat penghantar.
3.                  Energy panas pada trafo.

Sumber energi ‘alternatif’: kemungkinan dan konsekuensinya (‘Alternative’ energi sources: possibilities and consequences)
Variasi dari radiasi matahari dengan siklus sunspot adalah sekitar 0,15%. Walaupun efek ini muncul sangat sedikit dan bukti pengaruh dari siklus 11-tahunan pada iklim tidak meyakinkan, variasi dalam radiasi yang diterima oleh bumi pada akun variabilitas matahari adalah sebesar 20 kali dari 14 tW dari penggunaan energi manusia. Ada beberapa implikasi yang terkait dengan hal tersebut, salah satu yang penting adalah bahwa efek thermal energi yang digunakan tidak tepat ketika dipertimbangkan dalam perspektif global.Kekhawatiran tentang pemanasan global tidak ada kaitannya dengan pelepasan panas tetapi hanya berkaitan dengan perubahan pada opacity infra merah dari atmosfer. Hal ini menjelaskan tidak dapat dibayangkan bahwa pemanfaatan energi matahari akan berdampak langsung pada iklim. Kami memeriksa masukan lain pada tabel 26.3 mengingat bahwa prinsip dari dissipasi alami memberikan ukuran ketersediaan energi ‘alternatif’. Kami juga memperhitungkan konsekuensi dari penggunaannya.
Pembangkit listrik dari gelombang sangat terbatas, walaupun pembangkit listrik tenaga pasang surut telah beroperasi di muara Rance di St. Malo di pantai Atlantik, Prancis selama bertahun-tahun.Bahkan pada beberapa situs di seluruh dunia dengan perbandingan gelombang yang besar, ketersediaan penampungan air sangat kecil dengan standar dari pembangkit listrik hidroelektrik.Persyaratan untuk turbin yang sangat besar dan penampungan air berkali-kali atau fasilitas penyimpanan dipompa tambahan jika daya harus dipertahankan melalui siklus pasang surut membuat nilai ekonomis energi pasang surut diragukan, namun situasi tersebut dapat berubah, jadi kita meneliti beberapa kemungkinannya.
Listrik tenaga pasang surut menjadi menarik pada prinsipnya karena hal tersebut telah diasumsikan bahwa dampak lingkungan lokal adalah satu-satunya konsekuensi negatif dan tidak ada dampak global.Bagaimanapun juga energi pasang surut berasal daro rotasi bumi.Sebagaimana yang telah dibahas pada bab 8, friksi pasang surut memperlambat rotasi dan menyebabkan bulan semakin menjauh dari bumi. Friksi alami menghilangkan energi rotasi pada tingkat sekitar seperempat dari energi yang digunakan manusia pada saat ini, sehingga jika konversi besar dari tenaga pasang surut memungkinkan, hal it akan berefek pertama kali pada perlambatan rotasi. Hal ini masih akan sangat bertahap (pasang yang menyebabkan lamanya hari meningkat 2,4 milidetik per abad), dan, bahkan dengan pemanfaatan serius, skala waktu untuk perubahan utama akan terjadi dalam waktu ratusan juta tahun. Ada kemungkinan jarak jauh yang mempercepat melambatnya rotasi akan mempengaruhi geodynamo (pada skala waktu ribuan tahun), tapi gerakan dalam inti begitu cepat dibandingkan dengan melihat perubahan rotasi manapun sehingga kita menganggap hal ini menjadi tidak mungkin.
Friksi pasang surut menyebabkan phase lag, , dari gelombang, relatif terhadap posisi bulan atau matahari (gambar 8.4), dan nilai disipasinya sesuai dengan nilai sin 2. Phase lag yang terukur melalui satelit adalah 2.9º. Disipasi maksimum yang memungkinkan,akan terjadi pada =45º (sin 2=1) dan jika amplitude pasang surut tidak terpengaruh, disipasinya akan menjadi 1/sin 5.8º=9.9 kali tingkat saat ini, menjadi  W. Tapi, pengurangan amplitude pasang surut akan menyertai ekstraksi energi dan batasan teorinya adalah mendekati nilai  W. Meskipun reservoir energi sangat besar, hal itu dapat diakses hanya dalam cara yang sangat terbatas. Hal ini pada prinsipnya bukan kekuatan super yang sangat berlimpah.
Energi angin mudah dieksploitasi pada ketinggian sampai dengan 1oo m atau lebih, dalam lapisan batas atmosfir, dimana kecepatan angin meningkat seiring dengan ketinggian.Lapisan ini bertanggung jawab pada disipasi alami yang diperkirakan pada section 26.2 dan energi dibawa ke dalam dari ketinggian yang lebih besar.Konsekuensi dari pengekstrakan dari energiangin, dengan turbin di lapisan batas, adalah sedikit berbeda dari efek hambatan seperti, bangunan dan pohon, tetapi perbedaannya tidak terlalu penting. Hal ini jelas tidak mungkin untuk menghapus semua energi dari lapisan batas karena hal itu akan benar-benar menghentikannya, menyisakan tidak ada energi yang terbentuk dan menyebabkan lapisan batas baru terbentuk di bagian atasnya. Konfirmasi ini menegaskan dua poin sebelumnya.Energi angin dihasilkan di atmosfir yang tinggi dan terdisipasi dengan atau tanpa struktur buatan manusia dan tidak ada konsekuensi lingkungan global untuk didipasi dalam struktur buatan manusia.Poin kedua berlaku untuk semua energi pada table 26.3: adalah memungkinkan untuk menangkap hanya sebagian kecil dan untuk sumber yang layak, fraksi yang dibutuhkan harus sangat kecil. Untuk menanggapi pertanyaan ‘Seberapa kecil?’ kami mencatat bahwa pada kasus angin, dengan estimasi kami, 12% akan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi global jika ekstraksi energi terbatas pada daerah daratan. Archer dan Jacobson (2005) membuat estimasi langsung yang lebih baik dari energi angin yang tersedia dari rekaman kecepatan angin pada ketinggian 80 m, ketinggian standar untuk turbin angin. Perhatian mereka terkonsentrasi pada area dengan rata-rata kecepatan angin yang tinggi, , karena energi yang dapat diekstrak tergantung pada  (tingkat dimana massa udara yang melalui turbin sebanding dengan  dan energi kinetic per satuan massa sebanding/sesuai untuk . Kesimpulan penting yang didapatkan Archer dan Jacobson adalah bahwa energi yang cukup dan dapat diakses dengan teknologi yang ada sekarang itu adalah, untuk mengubah angin menjadi sumber energi dunia yang dominan.
Gelombang laut merupakan bentuk energi yang lebih terkonsentrasi dibandingkan dengan angin yang mendorongnya, tapi kita hanya tertarik pada disipasi yang terjadi pada garis pantai. Perhitungan yang mengarah pada pers. (26.9) memberikan fluks energi 50 kW per meter dari muka gelombang untuk gelombang yang memiliki amplitude puncak ke puncak sebesar 2 m dan periode 10 s. Konsentrasi dari energi mekanik ini membuat hal itu terlihat atraktif dari perspektif sebuah rekayasa skala kecil, tapi pada skala global masuknya 5 tW pada table 26.3 membuatnya jelas bahwa, terlepas dari masalah teknis, gelombang tidak memiliki kemungkinan untuk menjadi pemain utama dalam permainan energi.
Seperti yang ditunjukkan pada bagian sebelumnya, jika setiap tetes air yang mengalir ke laut di sungai dan semua arus yang mengalir melalui turbin yang memiliki 100%, total pembangkit listrik (table 26.3) jumlahnya akan lebih sedikit dibandingkan dengan setengah dari total penggunaan energi saat ini dan hanya 20 kali dari pembangkit listrik hidroelektrik yang ada saat ini (dimana akan terus meningkat). Ini adalah komentar pada aksesbilitas yang siap dari kekuatan sungai, tetapi juga merupakan indikasi bahwa situs yang paling menguntungkan telah digunakan. Total kapasitas dari bendungan hidroelektrik dunia adalah sekitar  dan penyimpan air pada di darat ini telah menurunkan tinggi permukaan laut sekitar 2 mm (mungkin 10% dari efek semua bendungan kecil). Hal ini tidak signifikan. Peningkatan momen inersia bumi jauh di bawah tingkat yang akan menyebabkan sebuah penelitian tentang efek pada rotasi. Konsekuensi lingkungan dari pemanfaatan energi sungai adalah lokal bukan global. Tetapi, meskipun energi aliran sungai sangat mudah diakses, dalam artian rekayasa, jumlah total pada table 26.3 membuatnya menjadi jelas bahwa hal ini tidak bisa, pada prinsipnya, menjadi sumber energi yang dominan.
Pembangkit listrik panas bumi di Islandia, Italia,Selandia Baru dan California menggunakan uap dariair tanah di daerah vulkanik. Meskipun merekaadalah sumber listrik yang berhargadi daerah-daerah tersebut,mereka membutuhkan kondisi geologi yang sangat khusus.Tujuan dalam penggunaan yang lebih luas dari panas bumi-dalam mengasumsikanbahwa adalah hal yang mungkin untuk mengekstrak panas dari batuan yang panas, keringdi kedalaman tertentu di dalam kerak. Dalam area benua yang stabil secara geologi, nilai rata-rata fluks panas ambiennya adalah sekitar 0.065  dan gradient suhu biasanya sekitar 25 K/km, sehingga pengeboran dalam yang mahal akan diperlukan untuk mencapai sesuatu yang lebih dari sekedar panas yang sangat rendah mutunya. Hanya area dengan gradien suhu yang sangat tinggi yang menawarkan prospek ekonomis dari ekstraksi panas dan seperti pada gambar 20.4, area ini dibatasi hanya pada area yang memiliki batuan beku yang muda secara geologis. Kita bisa melihat lebih dekat pada masalah ini dengan memodifikasi Pers. (20.15) dan (20.16) untuk model sebuah daerah dengan kerak yang seragam, memiliki lapisan granit membentang dari permukaan ke kedalaman . Kami mengasumsikan heat generation  (sesuai untuk , seperti pada Tabel 21.3), konduktivitas  dan heat flux  dari mantel. Relatif terhadap nilai di permukaan , suhu pada kedalaman  adalah
.                                                   (26.11)
Pada kedalaman 3 km yang sesuai untuk pengeboran, pers. tersebut memberikan nilai
                                                   (26.12)
Sehingga granit sepanjang 20 km tersebut akan memberikan suhu kesetimbangan hanya di atas 90 K pada permukaan (atau 150 K pada kedalaman 5 km). kita melihat bahwa batuan dalam kesetimbangan termal pada kedalaman yang masih dapat diakses, panasnya dapat dipergunakan hanya jika itu jauh lebih radioaktif dibandingkan granit normal atau jika meluas ke kedalaman yang tidak masuk akal. 
   Kesimpulan dari persamaan ini adalah bahwaproyek listrik panas bumi yang berasal dari batuan kering dan panas yang mungkin hanya ada di daerah fluks panas tinggi yang timbul darisisa panas dari aktivitas batuan beku. Generasi panas di batuan itu sendiri hanya sedikit relevan dan kita dapat mencatat bahwa, tanpa penghilangan panas, suhu yang muncul pada granitdikarenakan sifat radioaktivitasnya sendiri sehingga hanya akan menghasilkan panas sekitar 40 K per juta tahun. Selain itu, ketebalan luar biasa akan diperlukan untuk menghentikannya menyebar keluar. Tetapi persyaratan geologi tidak seketat seperti persyaratan pembangkit listrik tenaga panas bumi konvensional, dimana air bawah tanah dipanaskan oleh aktivitas vulkanik yang lebih baru.
Kita juga dapat melihat keseimbangan energi dari proyek batuan kering dan panas. Jika kita menganggap bahwa sirkulasi air antara lubang bor pada batuan yang retak mengekstrak panas yang cukup untuk mendinginkan 1 dari batuan bersuhu 100 K, sebelum panas tersebut terdegradasi terlalu jauh untuk menjadi efektif, dan bahwa efisiensi termodinamika rata-rata pembangkit listrik selama kisaran suhu yang dapat digunakan adalah 20%, maka akan menghasilkan 100 megawatt selama 16 tahun. Volume batuan tersebut yang akan terpanaskan akan habis. Pada skala waktu 104-105 tahun, pemulihan parsial dengan difusi panas dari lingkungan sekelilingnya yang panas, termasuk batuan yang lebih dalam, adalah mungkin tetapi tidak terjamin. Seperti pembangkit listrik panas bumi dari ‘batuan panas yang basah’ yang konvensional, hal ini akan menjadi penambangan panas dari sumber batuan beku, bukan eksploitasi dari flux panas bumi yang tercantum dalam table 26.3 dan dibahas di section 20.3. Tetapi panas yang berlimpah berada pada area terlarang dan batasan fundamentalnya adalah distribusi itu sendiri.Batuan yang kering dan panas bisa menyediakan tenaga panas bumi di provinsi yang secara geologi memiliki batuan beku muda, meskipun hal ini sangat dibatasi untuk tetap keluar dari liga besar di permainan energi.
Dengan proses eliminasi, kita mencapai kesimpulan bahwa pelarangan tenaga nuklir, satu-satunya sumber pengganti yang pada prinsipnya dapat memasok energi pada skala penggunaan saat ini dari bahan bakar energi fosil adalah solar dan angin. Bahwa mereka juga sebagian besar tidak memntingkan pendistribusian sumber, kita tidak mempertimbangkan konsentrasi sumber dan distribusi yang luas diperlukan hanya untuk memenuhi total kebutuhan. Oleh karena itu, sebagai sumber ‘alternatif’ dating dalam permainan, pembangkit listrik akan menjadi semakin  terlokalisasi di dalam skala operasi yang lebih kecil dibandingkan dengan cara yang konvensional. Pembatasan beberapa penemuan yang tak terduga, dua sumber ini harus, di antara mereka, akhirnya akan mengambil alih. Kesulitan yang dirasakan dari terputus atau tidak menetunya ketersediaan adalah masalah teknis, yang solusinya ada di tangan, termasuk sistem penyimpanan dipompa yang sudah mapan.

Terima Kasih


No comments:

Post a Comment