Pengantar
Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang bersifat
alamiah, yang terjadi pada lokasi tertentu, dan sifatnya tidak berkelanjutan.
Getaran pada bumi terjadi akibat dari adanya proses pergeseran secara tiba-tiba
(sudden slip) pada kerak bumi. Pergeseran secara tiba-tiba terjadi karena
adanya sumber gaya (force) sebagai penyebabnya, baik bersumber dari alam maupun
dari bantuan manusia (artificial earthquakes). Selain disebabkan oleh sudden
slip, getaran pada bumi juga bisa disebabkan oleh gejala lain yang sifatnya
lebih halus atau berupa getaran kecil-kecil yang sulit dirasakan manusia.
Getaran tersebut misalnya yang disebabkan oleh
lalu-lintas, mobil, kereta api, tiupan angin pada pohon dan lain-lain. Getaran
seperti ini dikelompokan sebagai mikroseismisitas (getaran sangat kecil).
Dimana tempat biasa terjadinya gempa bumi alamiah yang cukup besar, berdasarkan
hasil penelitian, para peneliti kebumian menyimpulkan bahwa hampir 95 persen
lebih gempa bumi terjadi di daerah batas pertemuan antar lempeng yang menyusun
kerak bumi dan di daerah sesar atau fault. Gempa bumi tidak lain merupakan
manifestasi dari getaran lapisan batuan yang patah yang energinya menjalar
melalui badan dan permukaan bumi berupa gelombang seismik. Energi yang
dilepaskan pada saat terjadinya patahan tersebut dapat berupa energi deformasi,
energi gelombang dan lain-lain. Energi deformasi ini dapat terlihat pada
perubahan bentuk sesudah terjadinya patahan, misalnya pergeseran
Teori yang menjelaskan mekanisme terjadinya gempa bumi
yang dikenal sebagai “Elastic Rebound Theory”. Dijelaskan dalam teori
ini bahwa gempa bumi terjadi pada daerah deformasi dimana terdapat dua buah
gaya yang bekerja dengan arah berlawanan pada batuan kulit bumi. Energi yang
tersimpan selama proses deformasi berbentuk elastis strain dan akan
terakumulasi sampai melampui daya dukung batas maksimum batuan, hingga akhirnya
menimbulkan rekahan atau patahan.
Selain
gempa bumi, pergerakan antar lempang juga menimbulkan
adaya patahan-patahan kecil yang disebut dengan sesar. Sesar adalah struktur rekahan yang telah mengalami
pergeseran. Umumnya disertai oleh struktur yang lain seperti lipatan, rekahan
dsb. Berdasarkan pergeserannya, struktur sesar dalam geologi dikenal ada 3
jenis, yaitu: 1). Sesar Mendatar (Strike
slip faults) ; 2). Sesar Naik (Thrust
faults) ; 3). Sesar Turun (Normal
faults).
Stress
Fields of Earthquakes
Gaya tektonik secara kontinu akan
menekan, menarik, melengkungkan dan mematahkan batuan di litosfer. Tegangan
(Stress) merupakan gaya yang diberikan atau dikenakan pada suatu medan atau
area. Tegangan terbagi menjadi tegangan seragam (uniform stress) yaitu gaya
yang bekerja pada suatu materi sama atau seragam di semua arah, dan tegangan
diferensial atau tegangan dengan gaya yang bekerja tidak sama di setiap arah.
Tegangan diferensial terbagi menjadi tensional stress, compressional stress,
dan shear stress.
Perhatikan gambar 15.5 pada keadaan I menunjukan suatu lapisan yang belum
terjadi deformasi. Karena di dalam bumi terjadi gerakan yang terus-menerus,
maka akan terdapat stress yang lama kelamaan akan terakumulasi dan mampu
menyebabkan deformasi pada lapisan batuan. Keadaan II menunjukan suatu lapisan
batuan telah mendapat dan mengandung stress dimana telah terjadi
perubahan bentuk geologi. Untuk daerah A mendapat stress ke atas, sedang
daerah B mendapat stress ke bawah. Proses ini berjalan terus sampai stress
yang terjadi atau dikandung di daerah ini cukup besar untuk merubahnya
menjadi gesekan antara daerah A dan daerah B. Lama kelamaan karena lapisan
batuan sudah tidak mampu lagi untuk menahan stress maka akan terjadi
suatu pergerakan atau perpindahan yang tiba-tiba sehingga terjadilah patahan.
Peristiwa pergerakan secara tiba-tiba ini disebut gempa bumi. Keadaan III
menunjukan lapisan batuan yang sudah patah karena adanya pergerakan yang
tiba-tiba dari batuan tersebut. Gerakan perlahan-lahan sesar ini akan berjalan
terus sehingga seluruh proses diatas akan diulangi lagi dan sebuah gempa akan
terjadi lagi setelah beberapa waktu lamanya demikian seterusnya.
Ketika suatu batuan dikenakan tekanan dengan besar
tertentu, maka batuan itu akan mengalami tiga tahap deformasi, yaitu :
a.
Elastic Deformation
Merupakan deformasi sementara tidak permanen atau dapat
kembali kebentuk awal (reversible). Begitu stress hilang, batuan kembali
kebentuk dan volume semula. Seperti karet yang ditarik akan melar tetapi jika
dilepas akan kembali ke panjang semula. Elastisitas ini ada batasnya yang
disebut elastic limit, yang apabila dilampaui batuan tidak akan kembali pada
kondisi awal. Di alam tidak pernah dijumpai batuan yang pernah mengalami
deformasi elastis ini, karena tidak meninggalkan jejak atau bekas, karena
kembali ke keadaan semula, baik bentuk maupun volumenya. Sir Robert Hooke
(1635-1703) adalah orang pertama yang memperlihatkan hubungan antara stress dan
strain yang sesuai dengan batuan Hukum Hooke mengatakan sebelum melampaui batas
elastisitasnya hubungan stress dan strain suatu material adalah linier.
b.
Ductile deformation
Merupakan deformasi dimana elastic limit dilampaui dan
perubahan bentuk dan volume batuan tidak kembali. Untuk
mempermudah membayangkannya lihat diagram strain stress pada gambar 15.6 yang didapat dari percobaan menekan contoh batuan silindris. Mula-mula kurva stess-strain naik tajam sepanjang daerah elastis sesampai pada elastic
limit (Z), kurvanya
mendatar. Penambahan stress menyebabkan deformasi ducktile. Bila stress dihentikan
pada titik X silinder
kembali sedikit
kearah semula. Strain menurun sepanjang kurva X!Y. Strain permanennya adalah XY yang merupakan
deformasi ductile.
c.
Fracture
Tejadi apabila
batas atau limit elastik dan ducktile deformasi dilampaui. Perhatikan Gambar
15.6 yang semula stress dihentikan pada X!, disini dilanjutkan menaikkan
stress. Kurva stress-strain berlanjut sampai titik F dan batuan pecah melalui
rekahan. Deformasi rekah (fracture deformation) dan lentur (ductile
deformation) adalah sama, menghasilkan regangan (strain) yang tidak kembali ke
kondisi semula.