PENDAHULUAN
Energi
merupakan kebutuhan dasar manusia, yang terus meningkat sejalan dengan tingkat
kehidupannya. Bahan bakar minyak (BBM) memegang posisi yang sangat dominan
dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional. Komposisi konsumsi energi nasional
saat ini adalah BBM : 52,50%; Gas :
19,04%; Batubara: 21,52%; Air : 3,73%; Panas Bumi : 3,01%; dan Energi Baru :
0,2%. Kondisi demikian terjadi sebagai akibat dari kebijakan subsidi masa lalu
terhadap bahan bakar minyak dalam upaya memacu percepatan pertumbuhan ekonomi. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri
bahwa produksi minyak bumi Indonesia mengalami penurunan akibat adanya
penurunan secara alamiah dan semakin menipisnya cadangan. Menurunnya produksi
minyak mentah kita dan tingginya harga minyak mentah dunia sangat berpengaruh
terhadap kemampuan anggaran pembangunan. Selama ini bahan bakar minyak di
Indonesia masih disubsidi oleh negara (melalui APBN), sehingga menjadi beban
yang sangat berat bagi pemerintah. Untuk mengurangi beban subsidi tersebut
pemerintah berusaha mengurangi ketergantungan kepada energi bahan bakar minyak,
dengan mencari dan mengembangkan sumber energi lain yang murah dan mudah
didapat. Harus disadari bahwa saat ini
Indonesia telah mengimpor minyak mentah maupun BBM untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
dalam negeri. Hingga saat ini sumber energi minyak bumi masih menjadi sumber
energi utama didalam penggunaannya terutama dalam bidang kelistrikan, industri
dan transportasi. Ditengah krisis energi saat ini timbul pemikiran untuk
penganekaragaman energi (diversifikasi energi) dengan mengembangkan sumber energi lain sebagai
energi alternatif untuk penyediaan konsumsi energi domestik. Propinsi Sumatera Utara memiliki beranekaragam
sumber daya energi, seperti minyak dan gas bumi, panas bumi (geothermal),
batubara, gambut, energi air, biogas,
biomassa, matahari, angin, gelombang laut dan lain lain. Potensi sumber daya
energi tersebut tersebar diseluruh daerah Kabupaten dan Kota menurut
karekteristik dan kondisi geologinya. Secara umum dalam pemakaian/konsumsi
energi di Indonesia masih mengandalkan dan bergantung pada sumber daya energi
minyak bumi. Kondisi real menunjukkan bahwa sumber daya energi minyak bumi akan
habis dan memiliki keterbatasan baik persediaan dalam bentuk cadangannya.
Disisi lain permintaan sumber daya energi tersebut semakin meningkat
menyebabkan harga minyak semakin tinggi
sehingga mempunyai potensi pasar ekspor yang tinggi. Seharusnya minyak bumi
dapat diandalkan sebagai sumber pemasukan bagi pendapatan negara dan hanya
sebagai energi untuk keperluan tertentu yang secara teknologi harus menggunakan
bahan bakar minyak.
Energi
listrik sebagai energi sekunder sangat populer digunakan diseluruh sektor
kegiatan. PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebagai badan usaha milik
negara, menyelenggarakan tugas negara melakukan penyediaan dan pelayanan tenaga
listrik, dalam membangkitkan tenaga listrik masih banyak menggunakan sumber
daya energi minyak bumi. Suatu kondisi bahwa, perkembangan teknologi
menunjukkan bahwa hampir seluruh peralatan rumah tangga, perkantoran,
perhotelan dan peralatanperalatan lainnya menggunakan energi listrik yang
kesemua tersebut bergantung pada bahan bakar minyak. Sementara teknologi
konversi energi untuk pembangkit listrik telah banyak ditemukan dengan berbagai
skala dan kapasitas seperti energi sumber daya air (PLTA), energi sumber daya
nuklir (PLTN), energi sumber daya panas bumi (Geothermal), energi biodisel dan
lain sebagainya. Ketergantungan
pemanfaatan kepada minyak bumi ini tidak dapat dibiarkan, karena kebutuhan
energi terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya
industrialisasi dan perkembangan teknologi yang serba canggih dan mutakhir
seperti pada saat sekarang ini. Komposisi penggunaan energi yang terlalu
bersandar pada bahan bakar minyak harus segera difikirkan dengan jalan
menganekaragamkan penggunaan sumber daya energi (diversifikasi energi) yang
berbasis pada potensi dan kebutuhan yang ada pada saat ini. Dalam upaya
tersebut perlu diketahui besaran penggunaan energi persektor kegiatan, jenis
sumber daya energi yang dapat digunakan, jenis pemanfaatan dan penggunaan
energi, teknologi penggunaan energi, lokasi/penyebaran kegiatan penggunaan
energi.
Pemanfaatan
sumber energi baru dan terbarukan perlu dikembangkan mengingat peran dan harga
BBM terus meningkat dan melambung tinggi sebagai pengganti untuk penyedia
energi yang berkesinambungan. Berbagai cara yang dilakukan untuk mengetahui
potensi sumber daya energi yang dapat dikembangkan di Sumatera Utara, salah
satunya adalah dengan melakukan pendataan. Berdasarkan data yang diperoleh
dapat ditentukan langkah serta strategi dalam pemanfaatan dan pengelolaan
seluruh potensi sumber kekayaan alam
terutama sumber daya energi yang ada untuk penyediaan kebutuhan energi pada
wilayah tertentu dan jenis kegiatan, sehingga dapat ditetapkan strategi
pemanfaatannya. Penganekaragaman penggunaan energi dengan memanfaatkan sumber
daya energi setempat, diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada sumber
daya energi minyak bumi, sehingga dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya
energi minyak bumi harus benar-benar kepada yang membutuhkannya terutama yang
menjadi skala prioritas.
26.1
Sumber Energi Alternatif dialam
Sumber daya energi
adalah sumber energi yang outputnya akan konstan dalam rentang waktu yang lama.
Berbagai jenis sumber daya energy alternatif dan penggunaannya dapat dilihat
sebagai berikut:
Pada table 1 dan 2 menjelaskan penggunaan energy rata-rata dari
sumber energy primer (terawatts) dan energy listrik dari tahun 2005. Dimana,
total kenaikan energy primer secara global yaitu 28% dan energy listrik yaitu
2.9%.
Perbandingan
Presentase Sumber Energy Alternatif
Pada
perbandingan presentase sumber energy dibawah ini, menjelaskan bahwa energy
yang digunakan di Indonesia yaitu energy primer atau disebut energy terbarukan,
dapat dilihat kenaikan sumber energy dari tahun 2003 hingga tahun 2030
mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena kebutuhan manusia yang
melonjak tajam hingga tahun 2030, berikut perbandingan presentase kenaikan
sumber energy alternative di alam.
Pada
kurva diatas menunjukkan peningkatan konsumsi energi pertahun sejak tahun 1975
dan prediksi konsumsi energi hingga tahun 2300. Hingga saat ini konsumsi energi
pertahun dunia adalah 500 x 1015 BTU/tahun. Energi ini sebagian
besar diperoleh dari minyak bumi, gas alam, dan batubara. Ketiga sumber ini
tergolong sumber energi yang tidak dapat diperbaruhi dan tidak terbatas
jumlahnnya.
Gambar diatas merupakan perbandingan presentase sumber energy
alternative yang digunakan diberbagai dunia, disini dijelaskan bahwa energy
alternative yang digunakan yaitu energy primer atau disebut senergi yang
terbarukan, bias dilihat pada gambar tersebut bahwa penggunaaan energy
alternative yang dipakai di Indonesia pada Minyak bumi sebesar 0.5%, Gas bumi
1.4% dan Batu bara 3.1 %.
Presentase Energy
Fosil di Indonesia
Saat
ini sebagian besar energy yang digunakan di Indonesa berasal dari bahan fosil,
yaitu bahan bakar minyak, gas, batu bara, tenaga air dan panas bumi. Kerugian
penggunaan bahan bakar fosil ini selain merusak lingkungan, juga tidak
terbarukan dan tidak berkelanjutan. Bahan bakar fosil semakin habis dan
sebentar lagi Indonesia akan menjadi penginpor BBM. Dimana dijelaskan pada
gambar dibawah ini, energy primer dari tahun 2006 megalami kenaikan dari tahun
ketahu hingga tahun 2025. Disini dijelaskan bahwa, sumber energy yang digunakan
di Indonesia adalah energy primer atau energy fosil, tingkat kenaikaan mencapai
17%.
Potensi Geologis
Indonesia
Secara
geologis, Indonesia memiliki potensi sumber energy alternaif yang dikembangkan
dan dikelolah masyarakat. Tujuan penggunaaan energy alternative adalah
mengurangi kerisisi energy akibat penggunaan energy yang tidak terbarukan
secara terus menerus dan menyebabkan kelangkahan. Perasalahan diindonesia dalam
penyediaan energy sebagai berikt:
ü
Produksi minyak bumi
dan gas (migas) menurun
ü
Ketersediaan sumber
daya energy nasional menurun
ü
Kebutuhan energy
listrik yang terus meningkat
Keuntungan dan Kerugian
Energi Alternatif
Adapun
keuntungan dan kerugian dari sumber energy alternative antara lain sebagai
berikut:
a)
Keuntungan
1.
Energi yang dihasilkan sangat besar.
2.
Mengurangi subsidi BBM.
3.
Sebagai hasil pemasukan suatu Negara.
4.
Energi alternative tidak mencemari
lingkungan.
b) Kerugian
1.
Berpengaruh terhadap musim
2.
Dibutuhkan teknologi tinggi untuk
memanfaatkan sumber energy.
3.
Berpengaruh terhadap musim
Dispansi Energi di Alam
Dispasi energy adaalah energy yang hilang
dari suatu system. Hilangnya dalam arti berunah menjadi energy lain yang tidak
menjadi tujuan suatu system. Contohnya:
1.
Energy panas yang timbul akibat gesekan.
2.
Energy listrik yang terbuang akibat
adanya hambatan pada kawat penghantar.
3.
Energy panas pada trafo.
Sumber energi ‘alternatif’: kemungkinan dan konsekuensinya
(‘Alternative’ energi sources: possibilities and consequences)
Variasi dari radiasi matahari dengan siklus sunspot
adalah sekitar 0,15%. Walaupun efek ini muncul sangat sedikit dan bukti
pengaruh dari siklus 11-tahunan pada iklim tidak meyakinkan, variasi dalam
radiasi yang diterima oleh bumi pada akun variabilitas matahari adalah sebesar
20 kali dari 14 tW dari penggunaan energi manusia. Ada beberapa implikasi yang
terkait dengan hal tersebut, salah satu yang penting adalah bahwa efek thermal
energi yang digunakan tidak tepat ketika dipertimbangkan dalam perspektif
global.Kekhawatiran tentang pemanasan global tidak ada kaitannya dengan pelepasan
panas tetapi hanya berkaitan dengan perubahan pada opacity infra merah dari
atmosfer. Hal ini menjelaskan tidak dapat dibayangkan bahwa pemanfaatan energi
matahari akan berdampak langsung pada iklim. Kami memeriksa masukan lain pada
tabel 26.3 mengingat bahwa prinsip dari dissipasi alami memberikan ukuran
ketersediaan energi ‘alternatif’. Kami juga memperhitungkan konsekuensi dari
penggunaannya.
Pembangkit listrik dari gelombang sangat terbatas,
walaupun pembangkit listrik tenaga pasang surut telah beroperasi di muara Rance
di St. Malo di pantai Atlantik, Prancis selama bertahun-tahun.Bahkan pada
beberapa situs di seluruh dunia dengan perbandingan gelombang yang besar,
ketersediaan penampungan air sangat kecil dengan standar dari pembangkit listrik
hidroelektrik.Persyaratan untuk turbin yang sangat besar dan penampungan air
berkali-kali atau fasilitas penyimpanan dipompa tambahan jika daya harus
dipertahankan melalui siklus pasang surut membuat nilai ekonomis energi pasang
surut diragukan, namun situasi tersebut dapat berubah, jadi kita meneliti
beberapa kemungkinannya.
Listrik tenaga pasang surut menjadi menarik pada
prinsipnya karena hal tersebut telah diasumsikan bahwa dampak lingkungan lokal
adalah satu-satunya konsekuensi negatif dan tidak ada dampak
global.Bagaimanapun juga energi pasang surut berasal daro rotasi
bumi.Sebagaimana yang telah dibahas pada bab 8, friksi pasang surut
memperlambat rotasi dan menyebabkan bulan semakin menjauh dari bumi. Friksi
alami menghilangkan energi rotasi pada tingkat sekitar seperempat dari energi
yang digunakan manusia pada saat ini, sehingga jika konversi besar dari tenaga
pasang surut memungkinkan, hal it akan berefek pertama kali pada perlambatan
rotasi. Hal ini masih akan sangat bertahap (pasang yang menyebabkan lamanya
hari meningkat 2,4 milidetik per abad), dan, bahkan dengan pemanfaatan serius,
skala waktu untuk perubahan utama akan terjadi dalam waktu ratusan juta tahun.
Ada kemungkinan jarak jauh yang mempercepat melambatnya rotasi akan
mempengaruhi geodynamo (pada skala waktu ribuan tahun), tapi gerakan dalam inti
begitu cepat dibandingkan dengan melihat perubahan rotasi manapun sehingga kita
menganggap hal ini menjadi tidak mungkin.
Friksi pasang surut menyebabkan phase lag, ,
dari gelombang, relatif terhadap posisi bulan atau matahari (gambar 8.4), dan
nilai disipasinya sesuai dengan nilai sin 2.
Phase lag yang terukur melalui
satelit adalah 2.9º. Disipasi maksimum yang memungkinkan,akan terjadi pada =45º
(sin 2=1)
dan jika amplitude pasang surut tidak terpengaruh, disipasinya akan menjadi
1/sin 5.8º=9.9 kali tingkat saat ini, menjadi W. Tapi, pengurangan amplitude pasang surut
akan menyertai ekstraksi energi dan batasan teorinya adalah mendekati nilai W. Meskipun reservoir energi sangat besar, hal
itu dapat diakses hanya dalam cara yang sangat terbatas. Hal ini pada
prinsipnya bukan kekuatan super yang sangat berlimpah.
Energi angin mudah dieksploitasi pada ketinggian
sampai dengan 1oo m atau lebih, dalam lapisan batas atmosfir, dimana kecepatan
angin meningkat seiring dengan ketinggian.Lapisan ini bertanggung jawab pada
disipasi alami yang diperkirakan pada section 26.2 dan energi dibawa ke dalam
dari ketinggian yang lebih besar.Konsekuensi dari pengekstrakan dari
energiangin, dengan turbin di lapisan batas, adalah sedikit berbeda dari efek
hambatan seperti, bangunan dan pohon, tetapi perbedaannya tidak terlalu
penting. Hal ini jelas tidak mungkin untuk menghapus semua energi dari lapisan
batas karena hal itu akan benar-benar menghentikannya, menyisakan tidak ada
energi yang terbentuk dan menyebabkan lapisan batas baru terbentuk di bagian
atasnya. Konfirmasi ini menegaskan dua poin sebelumnya.Energi angin dihasilkan
di atmosfir yang tinggi dan terdisipasi dengan atau tanpa struktur buatan
manusia dan tidak ada konsekuensi lingkungan global untuk didipasi dalam
struktur buatan manusia.Poin kedua berlaku untuk semua energi pada table 26.3:
adalah memungkinkan untuk menangkap hanya sebagian kecil dan untuk sumber yang
layak, fraksi yang dibutuhkan harus sangat kecil. Untuk menanggapi pertanyaan
‘Seberapa kecil?’ kami mencatat bahwa pada kasus angin, dengan estimasi kami,
12% akan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi global jika ekstraksi energi
terbatas pada daerah daratan. Archer dan Jacobson (2005) membuat estimasi
langsung yang lebih baik dari energi angin yang tersedia dari rekaman kecepatan
angin pada ketinggian 80 m, ketinggian standar untuk turbin angin. Perhatian
mereka terkonsentrasi pada area dengan rata-rata kecepatan angin yang tinggi, ,
karena energi yang dapat diekstrak tergantung pada (tingkat dimana massa udara yang melalui
turbin sebanding dengan dan energi kinetic per satuan massa
sebanding/sesuai untuk .
Kesimpulan penting yang didapatkan Archer dan Jacobson adalah bahwa energi yang
cukup dan dapat diakses dengan teknologi yang ada sekarang itu adalah, untuk
mengubah angin menjadi sumber energi dunia yang dominan.
Gelombang laut merupakan bentuk energi yang lebih
terkonsentrasi dibandingkan dengan angin yang mendorongnya, tapi kita hanya
tertarik pada disipasi yang terjadi pada garis pantai. Perhitungan yang
mengarah pada pers. (26.9) memberikan fluks energi 50 kW per meter dari muka
gelombang untuk gelombang yang memiliki amplitude puncak ke puncak sebesar 2 m
dan periode 10 s. Konsentrasi dari energi mekanik ini membuat hal itu terlihat
atraktif dari perspektif sebuah rekayasa skala kecil, tapi pada skala global
masuknya 5 tW pada table 26.3 membuatnya jelas bahwa, terlepas dari masalah
teknis, gelombang tidak memiliki kemungkinan untuk menjadi pemain utama dalam
permainan energi.
Seperti yang ditunjukkan pada bagian sebelumnya, jika
setiap tetes air yang mengalir ke laut di sungai dan semua arus yang mengalir
melalui turbin yang memiliki 100%, total pembangkit listrik (table 26.3)
jumlahnya akan lebih sedikit dibandingkan dengan setengah dari total penggunaan
energi saat ini dan hanya 20 kali dari pembangkit listrik hidroelektrik yang
ada saat ini (dimana akan terus meningkat). Ini adalah komentar pada aksesbilitas
yang siap dari kekuatan sungai, tetapi juga merupakan indikasi bahwa situs yang
paling menguntungkan telah digunakan. Total kapasitas dari bendungan
hidroelektrik dunia adalah sekitar dan penyimpan air pada di darat ini telah
menurunkan tinggi permukaan laut sekitar 2 mm (mungkin 10% dari efek semua
bendungan kecil). Hal ini tidak signifikan. Peningkatan momen inersia bumi jauh
di bawah tingkat yang akan menyebabkan sebuah penelitian tentang efek pada
rotasi. Konsekuensi lingkungan dari pemanfaatan energi sungai adalah lokal
bukan global. Tetapi, meskipun energi aliran sungai sangat mudah diakses, dalam
artian rekayasa, jumlah total pada table 26.3 membuatnya menjadi jelas bahwa
hal ini tidak bisa, pada prinsipnya, menjadi sumber energi yang dominan.
Pembangkit
listrik panas bumi di Islandia, Italia,Selandia Baru dan California menggunakan
uap dariair tanah di daerah vulkanik. Meskipun merekaadalah sumber listrik yang berhargadi
daerah-daerah tersebut,mereka membutuhkan kondisi geologi yang sangat
khusus.Tujuan dalam penggunaan yang lebih luas dari panas bumi-dalam
mengasumsikanbahwa adalah hal yang mungkin
untuk mengekstrak panas dari batuan yang
panas,
keringdi kedalaman tertentu
di dalam kerak. Dalam area benua yang stabil secara geologi, nilai
rata-rata fluks panas ambiennya adalah sekitar 0.065 dan gradient suhu biasanya sekitar 25 K/km,
sehingga pengeboran dalam yang mahal akan diperlukan untuk mencapai sesuatu
yang lebih dari sekedar panas yang sangat rendah mutunya. Hanya area dengan
gradien suhu yang sangat tinggi yang menawarkan prospek ekonomis dari ekstraksi
panas dan seperti pada gambar 20.4, area ini dibatasi hanya pada area yang
memiliki batuan beku yang muda secara geologis. Kita bisa melihat lebih dekat
pada masalah ini dengan memodifikasi Pers. (20.15) dan (20.16) untuk model
sebuah daerah dengan kerak yang seragam, memiliki lapisan granit membentang
dari permukaan ke kedalaman .
Kami mengasumsikan heat generation (sesuai untuk ,
seperti pada Tabel 21.3), konduktivitas dan heat flux dari mantel. Relatif terhadap nilai di
permukaan ,
suhu pada kedalaman adalah
. (26.11)
Pada kedalaman 3 km yang sesuai untuk pengeboran,
pers. tersebut memberikan nilai
(26.12)
Sehingga granit sepanjang 20 km tersebut akan
memberikan suhu kesetimbangan hanya di atas 90 K pada permukaan (atau 150 K
pada kedalaman 5 km). kita melihat bahwa batuan dalam kesetimbangan termal pada
kedalaman yang masih dapat diakses, panasnya dapat dipergunakan hanya jika itu
jauh lebih radioaktif dibandingkan granit normal atau jika meluas ke kedalaman
yang tidak masuk akal.
Kesimpulan
dari persamaan ini adalah bahwaproyek listrik panas bumi yang berasal dari batuan kering dan panas yang mungkin
hanya ada di daerah fluks panas
tinggi yang timbul darisisa panas dari aktivitas batuan beku.
Generasi panas di batuan itu sendiri hanya sedikit relevan dan kita dapat
mencatat bahwa, tanpa penghilangan panas, suhu yang muncul pada
granitdikarenakan sifat radioaktivitasnya sendiri sehingga hanya akan
menghasilkan panas sekitar 40 K per juta tahun. Selain itu, ketebalan luar
biasa akan diperlukan untuk menghentikannya menyebar keluar. Tetapi persyaratan
geologi tidak seketat seperti persyaratan pembangkit listrik tenaga panas bumi
konvensional, dimana air bawah tanah dipanaskan oleh aktivitas vulkanik yang
lebih baru.
Kita juga dapat melihat keseimbangan energi dari
proyek batuan kering dan panas. Jika kita menganggap bahwa sirkulasi air antara
lubang bor pada batuan yang retak mengekstrak panas yang cukup untuk
mendinginkan 1 dari batuan bersuhu 100 K, sebelum panas
tersebut terdegradasi terlalu jauh untuk menjadi efektif, dan bahwa efisiensi
termodinamika rata-rata pembangkit listrik selama kisaran suhu yang dapat
digunakan adalah 20%, maka akan menghasilkan 100 megawatt selama 16 tahun.
Volume batuan tersebut yang akan terpanaskan akan habis. Pada skala waktu
104-105 tahun, pemulihan parsial dengan difusi panas dari lingkungan
sekelilingnya yang panas, termasuk batuan yang lebih dalam, adalah mungkin
tetapi tidak terjamin. Seperti pembangkit listrik panas bumi dari ‘batuan panas
yang basah’ yang konvensional, hal ini akan menjadi penambangan panas dari
sumber batuan beku, bukan eksploitasi dari flux panas bumi yang tercantum dalam
table 26.3 dan dibahas di section 20.3. Tetapi panas yang berlimpah berada pada
area terlarang dan batasan fundamentalnya adalah distribusi itu sendiri.Batuan
yang kering dan panas bisa menyediakan tenaga panas bumi di provinsi yang
secara geologi memiliki batuan beku muda, meskipun hal ini sangat dibatasi
untuk tetap keluar dari liga besar di permainan energi.
Dengan proses eliminasi, kita mencapai kesimpulan
bahwa pelarangan tenaga nuklir, satu-satunya sumber pengganti yang pada
prinsipnya dapat memasok energi pada skala penggunaan saat ini dari bahan bakar
energi fosil adalah solar dan angin. Bahwa mereka juga sebagian besar tidak
memntingkan pendistribusian sumber, kita tidak mempertimbangkan konsentrasi
sumber dan distribusi yang luas diperlukan hanya untuk memenuhi total
kebutuhan. Oleh karena itu, sebagai sumber ‘alternatif’ dating dalam permainan,
pembangkit listrik akan menjadi semakin
terlokalisasi di dalam skala operasi yang lebih kecil dibandingkan
dengan cara yang konvensional. Pembatasan beberapa penemuan yang tak terduga,
dua sumber ini harus, di antara mereka, akhirnya akan mengambil alih. Kesulitan
yang dirasakan dari terputus atau tidak menetunya ketersediaan adalah masalah
teknis, yang solusinya ada di tangan, termasuk sistem penyimpanan dipompa yang
sudah mapan.
Terima Kasih
No comments:
Post a Comment